Kata Pengantar
Puji syukur penulis sampaikan kepada
ALLAH SWT karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya berupa nikmat kesehatan,
iman dan ilmu pengetahuan. Tugas mata kuliah HUKUM LAUT INTERNAIONAL ini
dapat terselesaikan. Demikian juga salawat serta salam penulis sampaikan kepada
Nabi Muhammad SAW, yang telah mengarahkan manusia kejalan hidup yang benar.
Tujuan makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas dari mata
kuliah hukum laut internasional pada Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala,
Banda Aceh. Pada makalah ini juga akan
dibahas secara singkat tentang Laut Teritorial, Zona Tambahan, Zona Ekonomi
Eksklusif (ZEE), Landas Kontinen (continental self), dan laut lepas (high seas)
dalam hukum laut internasional. Pada masing-masing materi pembahasan, diuraikan
secara singkat mengenai pengertian serta hal-hal lain yang berkaitan dengan
materi pembahasan dan pengaturannya dalam konvensi hukum laut 1982 (UNCLOS III)
dan Undang-undang mengenai hal tersebut di Indonesia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada
orang-orang yang telah membantu penulis dalam mempersiapkan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan-kelemahan dalam
pembuatan tugas ini, maka dari itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif
sangat kami harapkan demi kesempurnaan tugas ini untuk itu penulis ucapkan
terima kasih. Semoga bermanfaat bagi semua pembaca, Aamiin Ya Rabbal Alamiin
Banda Aceh,01.Maret.2013
Penulis
Yusrizal
Algamanda
BAB I
PENDAHULUAN
Laut teritorial atau perairan teritorial (Territorial sea) adalah wilayah kedaulatan suatu
negara pantai selain wilayah daratan dan perairan pedalamannya; sedangkan bagi
suatu negara kepulauan seperti Indonesia, Jepang, dan Filipina, laut teritorial meliputi pula suatu jalur laut yang
berbatasan dengannya perairan kepulauannya dinamakan perairan internal termasuk
dalam laut teritorial pengertian
kedaulatan ini meliputi ruang udara di atas laut teritorial serta dasar laut
dan tanah di bawahnya dan, kedaulatan atas laut teritorial dilaksanakan dengan
menurut ketentuan Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (United Nations Convention on the Law of the
Sea), lebar sabuk perairan pesisir ini dapat diperpanjang paling banyak
dua belas mil laut (22,224 km) dari garis dasar (baseline-sea)
Zona tambahan adalah suatu jalur perairan yang berdekatan dengan batas
jalur maritim, tidak termasuk kedaulatan negara pantai, tetapi dalam zona itu
negara pantai dapatmelaksanakan hak-hak pengawasan tertentu untuk tujuan
kesehatan atauperaturan-peraturan lainnya
Zona Ekonomi Eksklusif didefinisikan sebagai suatu wilayah
laut diluar laut teritorial, dimana negara-negara pantai memiliki kedaulatan
atas semua sumber daya alam didalamnya. Zona ini berada pada 200 mil dari garis
pangkal laut teritorial. Sekiranya lebar laut teritorial 12 mil, maka
sebenarnya lebar zona ekonomi eksklusif adalah 200 mil - 12 mil = 188 mil.
Landas kontinen adalah Dasar dan lapisan tanah dibawah laut
yang berbatasan dengan pantai tetapi berada diluar daerah laut wilayah sampai
kedalaman 200-350 meter atau daerah yang lebih dalam lagi dimana dalam airnya
memungkinkan eksploitasi sumber-sumber daya alam di daerah tersebut dan Dasar
dan lapisan tanah di bawah laut seperti di atas yang berbatasan dengan pantai
kepulauan. Landas kontinen perlu diatur dalam hukum internasional karena
menyimpan banyak sumber daya alam yang berguna bagi manusia, baik hayati maupun
non hayati.
Laut lepas merupakan semua bagian dari laut yang tidak
termasuk dalam zona ekonomi eksklusif, dalam laut teritorial atau dalam
perairan pedalaman suatu negara, atau dalam perairan kepulauan suatu negara
kepulauan. Jadi sesuai definisi ini laut lepas terletak di bagian luar zona
ekonomi eksklusif. adapun prinsip hukum yang mengatur rezim dilaut lepas adalah
prinisip kebebasan.. oleh karena itu pada dulunya negara-negara
anglo-saxon menamai laut lepas itu open sea. Namun demikian prinsip
kebebasan ini harus pula dilengkapi dengan tindakan-tindakn pengawasan, kerena
kebebasan tanpa pengawasan dapat mengacau kebebasan itu sendiri.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Laut Teritorial
Konsep laut teritorial muncul karena kebutuhan untuk menumpas pembajakan dan untuk mempromosikan pelayaran dan perdagangan antar negara. Prinsip ini mengijinkan negara untuk memperluas yurisdiksinya melebihi batas wilayah pantainya untuk alasan keamanan. Secara konseptual, laut teritorial merupakan perluasan dari wilayah teritorial darat. Sejak Konferensi Den Haag 1930 kemudian Konferensi Hukum Laut 1958, negara-negara pantai mendukung rencana untuk konsep laut teritorial ditetapkan dalam doktrin hukum laut. Kemudian ketentuan laut teritorial dikodifikasikan dalam Konvensi Hukum Laut 1982 (LOCS). LOCS mengijikan negara pantai untuk menikmati yurisdiksi eksklusif atas tanah dan lapisan tanah dibawahnya sejauh 12 mil laut diukur dari garis dasar sepanjang pantai yang mengelilingi negara tersebut.penertian laut territorial menurut hukum laut internasional maupun nasional adalah sebagai berikut :
1. menurut UNCLOS
Garis-garis dasar (garis pangkal / baseline), yang lebarnya
12 mil laut diukur dari garis dasar Laut territorial didefinisikan sebgai laut
wilayah yang terletak disisi luar dari garis pangkal.
Yang dimaksud dengan garis dasar disini adalah garis yang
ditarik pada pantai pada waktu air laut surut . Negara pantai mempunyai
kedaulatan atas Laut Teritorial, ruang udara di atasnya, dasar laut dan tanah
di bawahnya serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dimana dalam
pelaksanaannya kedaulatan atas laut territorial ini tunduk pada ketentuan hokum
internasional.
2.
menurut
uu no.6 tahun 1996
Laut teritorial adalah jalur laut selebar 12(dua belas) mil
yang diukur dari garis pangkal kepulauan Indonesia sebagaimana yang dimaksud
pasal 5 UU No 6 Tahun 1996
Pasal 5 UU No 6 Tahun 1996
·
(1)
Garis pangkal kepulauan Indonesia ditarik dengan menggunakan garis
pangkal lurus kepulauan.
·
(2)
Dalam hal garis pangkal lurus kepulauan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
tidak dapat digunakan, maka digunakan garis pangkal biasa atau garis pangkal
lurus.
·
(3)
Garis pangkal lurus kepulauan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah garis
-garis lurus yang menghubungkan titik-titik terluar pada garis air rendah
pulau-pulau dan karang- karang kering terluar dari kepulauan Indonesia.
·
(4)
Panjang garis pangkal lurus kepulauan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak
boleh melebihi 100 (seratus) mil laut, kecuali bahwa 3% (tiga per seratus) dari
jumlah keseluruhan garis -garis pangkal yang mengelilingi kepulauan Indonesia
dapat melebihi kepanjangan tersebut, hingga suatu kepanjangan maksimum 125
(seratus dua puluh lima) mil laut.
·
(5)
Garis pangkal lurus kepulauan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak boleh
ditarik dari dan ke elevasi surut, kecuali apabila di atasnya telah dibangun
mercu suar atau instalasi serupa yang se-cara permanen berada di atas permukaan
laut atau apabila elevasi surut tersebut terletak seluruhnya atau sebagian pada
suatu jarak yang tidak melebihi lebar laut teritorial dari pulau yang terdekat.
·
(6)
Garis pangkal biasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah garis air rendah
sepanjang pantai.
·
(7)
Garis pangkal lurus sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah garis lurus yang
menghubungkan titik-titik terluar pada garis pantai yang menjorok jauh dan
menikung ke daratan atau deretan pulau yang terdapat di dekat sepanjang pantai.
Dalam Laut Teritorial berlaku hak lintas laut damai bagi
kendaraan-kendaraan air asing. Kapal asing yang menyelenggarakan lintas laut
damai di Laut Teritorial tidak boleh melakukan ancaman atau penggunaan
kekerasan terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik negara
pantai serta tidak boleh melakukan kegiatan survey atau penelitian, mengganggu
sistem komunikasi, melakukan pencemaran dan melakukan kegiatan lain yang tidak
ada hubungan langsung dengan lintas laut damai. Pelayaran lintas laut damai
tersebut harus dilakukan secara terus menerus, langsung serta secepatnya,
sedangkan berhenti dan membuang jangkar hanya dapat dilakukan bagi keperluan
navigasi yang normal atau kerena keadaan memaksa atau dalam keadaan bahaya atau
untuk tujuan memberikan bantuan pada orang, kapal atau pesawat udara yang
berada dalam keadaan bahaya.
Terkait dengan pelaksanaan hak lintas damai bagi kapal asing
tersebut, Negara pantai berhak membuat peraturan yang berkenaan dengan
keselamatan pelayaran dan pengaturan lintas laut, perlindungan alat bantuan
serta fasilitas navigasi, perlindungan kabel dan pipa bawah laut, konservasi
kekayaan alam hayati, pencegahan terhadap pelanggaran atas peraturan perikanan,
pelestarian lingkungan hidup dan pencegahan, pengurangan dan pengendalian
pencemaran, penelitian ilmiah kelautan dan survei hidrografi dan pencegahan
pelanggaran peraturan bea cukai, fiskal, imigrasi dan kesehatan.
B. Zona Tambahan
Aturan hukum internasional yang mengatur tentang zona tambahan adalah
UNCLOS 1982 yaitu “Dalam suatu zona yang berbatasan dengan laut territorial nya,
yang dinamakan zona tambahan, Negara pantai dapat melaksanakan pengawasan yang
diperlukan untuk mencegah pelanggaran peraturan perundang-undangannya, bea cukai,
fiskal, imigrasi dan saniter di
wilayah laut teritorialnya, serta menghukum pelanggar peratuan
perundang-undangan tersebut diatas yang dilakukan di dalam
wilayah atau laut tertorialnya.” Sedangkan
lebar zona tambahan ditetapkan maksimal 24 mil laut dari garis pangkal
lautteritorial.
Karena lebar zona tambahan diukur 24 mil laut dari garis pangkal
laut teritorial diukur, maka harus dikurangi 12 mi laut yang merupakan bagian
laut teritorial itu. Sehingga, sebenarnya lebar zonatambahan adalah hanya 12
mil laut.Mengenai aturan hukum nasional, sampai sekarang Indonesia belum
membuat Undang-undang yang secara khusus mengatur tentang zona tambahan. Untuk
itu, peraturan perundangan yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam mengklaim
atau menetapkan zona tambahan adalah UU No. 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan
Konvensi Hukum Laut 1982, UU No. 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian, UU No.10
Tahun1995 tentang Kepabeanan, UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, UUNo. 5
Tahun 1997 tentang Psikotropika, UU No.22 Tahun 1997 tentang Narkotika dan
lainnya.Dalam rezim zona tambahan tidak berlaku kedaulatan Negara sebagaimana
di laut teritorial, melainkan hanya berlaku yurisdiksi negara.Di luar
yurisdiksi tersebut, maka zona tambahan tetap merupakan laut lepas kecuali jika
negara pantai menetapkan Zona Ekonomi Eksklusif
C. Zona Ekonomi Eksklusif ( ZEE )
Zona Ekonomi Eklusif (ZEE) adalah zona yang luasnya 200 mil
dari garis dasar pantai, yang mana dalam zona tersebut sebuah negara pantai
mempunyai hak atas kekayaan alam di dalamnya, dan berhak menggunakan kebijakan
hukumnya, kebebasan bernavigasi, terbang di atasnya, ataupun melakukan
penanaman kabel dan pipa. Konsep dari ZEE muncul dari kebutuhan yang mendesak.
Sementara akar sejarahnya berdasarkan pada kebutuhan yang berkembang semenjak
tahun 1945 untuk memperluas batas jurisdiksi negara pantai atas lautnya,
sumbernya mengacu pada persiapan untuk UNCLOS III.
Berdasarkan undang-undang dasar Republlik Indonesia
nomor 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia menyebutkan bahwa :
“Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah jalur di luar dan
berbatasan dengan laut wilayah Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan
undang-undang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut,
tanah di bawahnya dan air di atasnya dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil
laut diukur dari garis pangkal laut wilayah Indonesia”.
Konsep dari ZEE telah jauh diletakan di depan untuk pertama
kalinya oleh Kenya pada Asian-African
Legal Constitutive Committee pada Januari 1971, dan pada Sea Bed Committee PBB
di tahun berikutnya. Proposal Kenya menerima support aktif dari banyak Negara
Asia dan Afrika. Dan sekitar waktu yang sama banyak Negara Amerika Latin mulai
membangun sebuah konsep serupa atas laut patrimonial. Dua hal tersebut telah
muncul secara efektif pada saat UNCLOS dimulai, dan sebuah konsep baru yang
disebut ZEE telah dimulai.
Ketentuan utama dalam Konvensi Hukum Laut yang berkaitan
dengan ZEE terdapat dalam bagian ke-5 konvensi tersebut. Sekitar tahun 1976 ide
dari ZEE diterima dengan antusias oleh sebagian besar anggota UNCLOS, mereka
telah secara universal mengakui adanya ZEE tanpa perlu menunggu UNCLOS untuk
mengakhiri atau memaksakan konvensi.
Penetapan universal wilayah ZEE seluas 200 mil akan
memberikan setidaknya 36% dari seluruh total area laut. Walaupun ini porsi yang
relatif kecil, di dalam area 200 mil yang diberikan menampilkan sekitar 90%
dari seluruh simpanan ikan komersial, 87% dari simpanan minyak dunia, dan 10%
simpanan mangan.
Lebih jauhnya, sebuah porsi besar dari penelitian scientific
kelautan mengambil tempat di jarak 200 mil dari pantai, dan hampir seluruh dari
rute utama perkapalan di dunia melalui ZEE negara pantai lain untuk mencapai
tujuannya. Melihat begitu banyaknya aktifitas di zona ZEE, keberadaan rezim
legal dari ZEE dalam Konvensi Hukum Laut sangat penting adanya.
Hak berdaulat, kewajiban yurisdiksi dan hak-hak lain di Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia.
Hal ini di atur dalam Bab III pasal 4 UU no.5 Tahun 1983
Tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia yang menyebutkan bahwa :
(1)
Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, Republik Indonesia mempunyai dan
melaksanakan :
a. Hak berdaulat untuk melakukan eksplorasi dan
eksploitasi, pengelolaan dan konservasi sumber daya alam hayati dan non hayati
dari dasar laut dan tanah di bawahnya serta air di atasnya dan
kegiatan-kegiatan lainnya untuk eksplorasi dan eksploitasi ekonomis zona
tersebut, seperti pembangkitan tenaga dari air, arus dan angin;
b. Yurisdiksi yang berhubungan dengan :
1. pembuatan dan penggunaan pulau-pulau buatan,
instalasi-instalasi dan bangunan-bangunan lainnya;
2.
penelitian ilmiah mengenai kelautan;
3.
perlindungan dan pelestarian lingkungan taut;
c. Hak-hak lain dan kewajiban-kewajiban lainnya berdasarkan
Konvensi Hukum Laut yang berlaku.
(2)
Sepanjang yang bertalian dengan dasar laut dan tanah di bawahnya, hak
berdaulat, hakhak lain, yurisdiksi dan kewajiban-kewajiban Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan menurut peraturan
perundang-undangan Landas Kontinen Indonesia, persetujuan-persetujuan antara
Republik Indonesia dengan negara-negara tetangga dan ketentuan-ketentuan hukum
internasional yang berlaku-
(3)
Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, kebebasan pelayaran dan
penerbangan internasional serta kebebasan pemasangan kabel
dan pipa bawah laut diakui sesuai dengan prinsip-prinsip hukum laut
internasional yang berlaku.
Hak berdaulat Indonesia yang dimaksud oleh undang-undang ini
tidak sama atau tidak dapat disamakan dengan kedaulatan penuh yang dimiliki dan
dilaksanakan oleh Indonesia atas laut wilayah, perairan Nusantara dan perairan
pedalaman Indonesia. Berdasarkan hal tersebut diatas maka sanksi-sanksi yang
diancam di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia berbeda dengan sanksi-sanksi yang
diancam di perairan yang berada dibawah kedaulatan Republik Indonesia tersebut.
Hak-hak lain berdasarkan hukum internasional adalah hak
Republik Indonesia untuk melaksanakan penegakan hukum dan hot pursuit terhadap
kapal-kapal asing yang melakukan pelanggaran atas ketentuan-ketentuan peraturan
perundang-undangan Indonesia mengenai zona ekonomi eksklusif. Kewajiban lainnya
berdasarkan hukum internasional adalah kewajiban Republik Indonesia untuk
menghormati hak-hak negara lain, misalnya kebebasan pelayaran dan penerbangan
(freedom of navigation and overflight)dan kebebasan pemasangan kabel-kabel dan
pipa-pipa bawah laut (freedom of the laying of submarine cables and pipelines).
Pada ayat dua menentukan, bahwa sepanjang menyangkut sumber
daya alam hayati dan non hayati di dasar laut dan tanah di bawahnya yang
terletak di dalam batas-batas Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia hak berdaulat
Indonesia dilaksanakan dan diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan
Indonesia yang berlaku di bidang landas kontinen serta persetujuan-persetujuan
internasional tentang landas kontinen yang menentukan batas-batas landas
kontinen antara Indonesia dengan negara-negara tetangga yang pantainya saling
berhadapan atau saling berdampingan dengan Indonesia.
Sesuai dengan prinsip-prinsip hukum internasional yang
berlaku seperti yang tumbuh dari praktek negara dan dituangkan dalam Konvensi
Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Hukum Laut yang dihasilkan oleh Konperensi
Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Hukum Laut Ketiga di zona ekonomi eksklusif setiap
negara, baik negara pantai maupun negara tak berpantai, menikmati kebebasan
pelayaran dan penerbangan internasional serta kebebasan pemasangan kabel dan
pipa bawah laut, serta penggunaan laut yang bertalian dengan
kebebasan-kebebasan tersebut seperti pengoperasian kapal-kapal, pesawat udara
dan pemeliharaan kabel dan pipa bawah laut.
Kegiatan-kegiatan di zona ekonomi eksklusif Indonesia
Masalah kegiatan-kegiatan ini diatur di dalam pasal 5 UU
no.5 tahun 1983 tentang zona ekonomi eksklusif Indonesia. Kegiatan untuk
eksplorasi dan/atau eksploitasi sumber daya alam atau kegiatan-kegiatan lainnya
untuk eksplorasi dan/atau eksploitasi ekonomis seperti pembangkitan tenaga dari
air, arus dan angin di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia yang dilakukan oleh warga
negara Indonesia atau badan hukum Indonesia harus berdasarkan izin dari
Pemerintah Republik Indonesia.
Sedangkan kegiatan-kegiatan tersebut di atas yang dilakukan
oleh negara asing, orang atau badan hukum asing harus berdasarkan persetujuan
internasional antara Pemerintah Republik Indonesia dengan negara asing yang
bersangkutan.
Dalam syarat-syarat perjanjian atau persetujuan
internasional dicantumkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang harus dipatuhi
oleh mereka yang melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi di zona
tersebut, antara lain kewajiban untuk membayar pungutan kepada Pemerintah
Republik Indonesia.
Sumber daya alam hayati pada dasarnya memiliki daya pulih
kembali, namun tidak berarti tak terbatas. Dengan
adanya sifat-sifat yang demikian, maka dalam melaksanakan pengelolaan dan
konservasi sumber daya alam hayati, Pemerintah Republik Indonesia menetapkan
tingkat pemanfaatan baik di sebagian atau keseluruhan daerah di Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesi.
Dalam hal usaha perikanan Indonesia belum dapat sepenuhnya
memanfaatkan seluruh jumlah tangkapan yang diperbolehkan tersebut, maka selisih
antara jumlah tangkapan yang diperbolehkan dan jumlah kemampuan tangkap
(capacity to harvest) Indonesia, boleh dimanfaatkan oleh negara lain dengan
izin Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan persetujuan internasional.
Misalnya jumlah tangkapan yang diperbolehkan ada 1.000 (seribu) ton sedangkan
jumlah kemampuan tangkap Indonesia baru mencapai 600 (enam ratus) ton maka
negara lain boleh ikut memanfaatkan dari sisa 400 (empat ratus) ton tersebut
dengan izin Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan persetujuan internasional
Batas
luar dan Lebarnya zona ekonomi eksklusif
Angka yang dikemukakan mengenai lebarnya zona ekonomi
eksklusif adalah 200 mil atau 370,4 km. kelihatannya angka ini tidak
menimbulkan kesukaran dan dapat diterima oleh negara-negara berkembang dan
negara-negara maju.semenjak dikemukakannya gagasan zona ekonomi, angka 200 mil
dari garis pangkal sudah menjadi pegangan.sekiranya lebar laut wilayah 12 mil
sudah diterima, seperti kenyataannya sekarang ini, sebenarnya lebar zona
ekonomi eksklusif adalah 200-12 = 188 mil. Sebagaimana telah dikemukakan
hak-hak negara pantai atas kedua laut tersebut berbeda yaitu kedaulatan penuh
atas laut wilayah(teritorial) dan hak-hak berdaulat atas zona ekonomi untuk
tujuan eksploitasi sumber kekayaan yang terdapat di daerah laut tersebut.
Batas dalam ZEE adalah batas luar dari laut territorial.
Zona batas luas tidak boleh melebihi kelautan 200 mil dari garis dasar dimana
luas pantai territorial telah ditentukan. Kata-kata dalam ketentuan ini
menyarankan bahwa 200 mil adalah batas maksimum dari ZEE, sehingga jika ada
suatu negara pantai yang menginginkan wilayahnya ZEE-nya kurang dari itu,
negara itu dapat mengajukannya. Di banyak daerah tentu saja negara-negara
pantai tidak akan memilih mengurangi wilayah ZEEnya kurang dari 200 mil, karena
kehadiran wilayah ZEE negara tetangga. Kemudian timbul pertanyaan mengapa luas
200 mil menjadi pilihan maksimum untuk ZEE. Alasannya adalah berdasarkan
sejarah dan politik : 200 mil tidak memiliki geographis umum, ekologis dan
biologis nyata. Pada awal UNCLOS zona yang paling banyak di klaim oleh negara
pantai adalah 200 mil, diklaim negara-negara amerika latin dan Afrika. Lalu
untuk mempermudah persetujuan penentuan batas luar ZEE maka dipilihlah figur
yang paling banyak mewakili klaim yang telah ada. Tetapi tetap mengapa batas
200 mil dipilih sebagai batas luar jadi pertanyaan. Menurut Prof. Hollick,
figure 200 mil dipilih karena suatu ketidaksengajaan, dimulai oleh negara
Chili. Awalnya negara Chili mengaku termotifasi pada keinginan untuk melindungi
operasi paus lepas pantainya. Industri paus hanya menginginkan zona seluas 50
mil, tapi disarankan bahwa sebuah contoh diperlukan. Dan contoh yang paling
menjanjikan muncul dalam perlindungan zona adalah diadopsi dari Deklarasi
Panama 1939. Zona ini telah disalahpahami secara luas bahwa luasnya adalah 200
mil, padahal faktanya luasnya beranekaragam dan tidak lebih dari 300 mil.
Delimitasi Zona Ekonomi Eksklusif
Mengingat ZEE yang merupakan zona baru,dalam penerapannya
oleh negara-negara menimbulkan situasi bahwa negara-negara yang
berhadapan atau berdampingan yang jarak pantainya kurang dari 200 mil laut
harus melakukan suatu delimitasi (batasan) ZEE satu sama lain.seperti halnya
delimitasi batas landas kontinen,prinsip hukum delimitasi ZEE diatur dalam
pasal 74 konvensi hukum laut 1982.rumusan pasal ini secara mutatis mutandis
sama dengan pasal 83 tentang delimitasi landas kontinen.
Sebelum zona ini lahir, negara-negara pada umumnya mengenal
konsepsi zona perikanan sehingga perjanjian yang dibuat adalah perjanjian batas
zona perikanan pula.perjanjian batas ZEE antar negara berdasarkan konvensi
hukum laut 1982 masih belum begitu banyak.Indonesia baru menetapkan perjanjian
ZEE hanya dengan australia melalui perjajian antara pemerintah republik
Indonesia dengan pemerintah Australia tentang penetapan batas Zona Ekonomi
Ekssklusif dan batas-batas dasar laut tertentu yang ditandatangani di Perth,
pada tanggal 14 Maret 1997. Indonesia masih harus membuat perjanjian ZEE dengan
seluruh negara yang berbatasan laut dengan Indonesia kecuali Australia
D. LANDAS KONTINEN (continental self)
Pada hakekatnya rezim landas kontinen lahir melalui
pernyataan-pernyataan unilateral dan kadang melalui jalan
konvensional.selanjutnya konferensi jenewa 1958 membuat ketentuan mengenai
dasar laut tersebut yang kemudian disempurnakan dalam konvensi.setelah tahun
1958 banyak negara yang mengeluarkan undang-undang tentang landas kontinen dan
membuat perjajian yang didasarkan atas ketetuan yang terdapat dalam konvensi
jenewa tersebut. Termasuk Indonesia yaitu Undang-Undang nomor 1 tahun 1973
tentang Landas Kontinen Indonesia.
Konvensi jenewa 1958 tentang landas kontinen berhasil untuk
menentukan secara umum,rezim yang sam mengenai landas kontinen.konvensi yang
hanya berisikan 15 pasal tersebut mulai berlaku sejak 10 Juni 1964 setelah
ratifikasi ke-22 oleh Inggris.
Pasal 1 konvensi jenewa menyatakan bahwa yang dimaksud
dengan landas kontinen adalah :
· Dasar dan lapisan tanah dibawah laut
yang berbatasan dengan pantai tetapi berada diluar daerah laut wilayah sampai
kedalaman 200-350 meter atau daerah yang lebih dalam lagi dimana dalam airnya
memungkinkan eksploitasi sumber-suumber daya alam di daerah tersebut.
· Dasar dan lapisan tanah di bawah
laut seperti di atas yang berbatasan dengan pantai kepulauan.
Dalam hal ini, konvensi jenewa tidak lagi memasukkan landas
kontinen yang berada di bawah laut wilayah karena secara otomatis landas
kontinen tersebut berada sepenuhnya di bawah kedaulatan negara pantai seperti
kedaulatannya terhadap laut wilayah itu sendiri.jadi konvensi hanya mengatur
landas kontinen diluar laut wilayah sampai kedalaman 200 meter atau lebih.
Sebuah negara bisa menetapkan landas kontinennya secara
maksimal yaitu 350 mil apabila mempunyai teknologi yang canggih untuk melakukan
eksploitasi dan eksplorasi terhadap jarak 350 mil tersebut. Cara mengklaim
landas kontinen yaitu dengan cara mengklaim, kemudian membuat perjajian dengan
negara tetangga. Ketika perjajian sudah disetujui maka kemudian di depositkan
atau disimpan di sekjen PBB.
Hak-hak Negara Pantai
Selanjutnya pasal 2 konvensi jenewa tersebut menyatakan :
negara pantai mempunyai hak-hak berdaulat atas landas kontinen untuk tujuan
eksplorasi dan eksploitasi sumber-sumber alamya. Hak-hak yang tercantum
dalam ayat 1 pasal tersebut adalah eksklusif yang dapat melakukan
kegiatan-kegiatan di atas landas kontinen itu tanpa persetujuan negara pantai.
Negara-negara pantai hanya mempunyai kedaulatan fungsional,
yaitu kedaulatan yang khusus dan perlu untuk mengadakan eksplorasi dan
eksploitasi landas kontinen itu saja.kedaulatan negara pantai dalm hal ini
terbatas, sebagaimana yang disebut ayat 3 pasal 2 konvensi yang tersebut di
atas yaitu : hak-hak negara pantai atas landasan kontinen tidak boleh
berarti pendudukaan secara efektif dan fiktif. Kedaulatan negar pantai atas
landas kontinennya hanya kedaulatan yang perlu untuk menggali sumber-sumber
daya alam yang terdapat di sana. Prinsip ini sesuai pula dengan pernyataan
presiden Truman September 1945 sebelumnya,bahwa negara pantai atas landas
kontinen tidak akan mempengaruhi status yang sah dari lautan bebas perairan itu
atau udara di atasnya (pasal 3 konvensi). Jadi, konvensi ini menolak secara
resmi pretensi negara-negara untuk meletakkan laut lepas yang berada di atas
landas kontinen di bawah kedaulatannya.laut lepas yang ada diatas landas
kontinen suatu negara pantai akan tetap berstatus lautt lepas dengan
kebebasan-kebebasannya.
Delimitasi Landas Kontinen
Undang-undang no.1 tahun 1973 tentang landas kontinen
Indonesia dalam pasal 3 yang bunyinya “Dalam
hal landas kontinen Indonesia, termasuk depresi-depresi yang terdapat di landas
Kontinen Indonesia, berbatasan dengan negara lain, penetapan garis batas landas
kontinen dengan negara lain dapat dilakukan dengan cara mengadakan perundingan
untuk mencapai suatu persetujuan” juga
menyatakan prinsip penetapan batas garis landas kontinen dengan negara-negara
lain dengan cara perundingan. Prinsip ini sudah dilaksanakan lama sebelum
keluarnya undang-undang tersebut dan dibawah ini adalah persetujuan-persetujuan
garis batas landas kontinen Indonesia yang sampai sekarang dibuat dengan
negara-negara tetangga, yaitu :
· Persetujuan RI- Malaysia tentang
garis batas landas kontinen di selat malaka dan laut cina, ditandatangani di
kuala lumpur tanggal 27 Oktober 1969, mulai berlaku 7 November 1969.
· Persetujuan RI-Thailand tentang
garis batas landas kontinen di selat malaka (bagian utara) dan laut andaman,
ditandatangani di Bangkok tanggal 7 Desember 1971, mulai berlaku 7 April 1972.
· Persetujuan RI-Malaysia-Thailand
tentang penetapan garis batas landas kontinen di selat malaka (bagian utara),
ditandatangani di kuala lumpur tanggal 21 Desember 1971,mulai berlaku 16 Juli
1973.
· Persetujuan RI-Australia tentang
penetapan garis batas dasar laut tertentu (laut arafura dan daerah utara irian
jaya-papua nugini), ditandatangani di Canberra tanggal 18 mei 1971,mulai
berlaku tanggal 8 November 1973.
· Persetujuan RI-Australia tentang
penetapan garis batas daerah-daerah tertentu (selatan pulau tanimbar dan pulau
timor), ditandatangani di Jakarta tanggal 9 Oktober.
· Persetujuan RI-India tentang
penetapan garis batas landas kontiinen antara kedua negara. Ditandatangani di
Jakarta tanggal 8 Agustus 1974.
· Persetujuan RI-India tentang garis
batas landas kontinen , ditandatangani di New delhi tanggal 14 Januari
1977, mulai berlaku 15 Agustus 1977.
· Persetujuan RI-Thailand tentang
penetapan garis batas landas kontinen antar kedua negara di laut Andaman,
ditandatangani di Jakarta 11 Desember 1975 dan mulai berlaku tanggal 18
februari 1978.
· Persetujuan antara RI-India-Thailand
tentang penetapan trijunction point dan penetapan batas-batas antara ketiga negaradi laut andaman,ditandatangani di new
delhi tanggal 22 juni 1978 mulai berlaku tanggal 2 maret 1979
·
Perjanjian antara pemerintah RI
dengan pemerintah Australia tentang penetapan batas zona ekonomi eksklusif dan
batas-batas dasar laut tertentu,ditandatangani di perth, pada tanggal 14 Maret
1997, mulai berlaku setelah pertukaran piagam ratifikasi.
·
Persetujuan batas landas kontinen
Indonesia-vietnam disebelah utara pulau natuna di laut cina selatan. Ditanda
tangani tanggal 26 Juni 2003 di Vietnam.belum diratifikasi.
Indonesia masih harus membuat
perjanjian–perjanjian batas landas kontinen dengan negara-negara tetanggan
lainnya seperti dengan malaysia di laut sulawesi, pasca putusan mahkamah
internasional tentang pulau sipadan dan ligitan 17 Desember 2002, dengan
philipina di sebelah utara sulawesi, dengan pulau di bagian samudra pasifik,
dan dengan timor leste.
E. LAUT LEPAS (high seas)
Sudah merupakan suatu hukum kebiasaan bahwa laut itu di bagi atas beberapa zona, dan zona yang paling jauh dari pantai dinamakan laut lepas. Berdasarkan pasal 86 konvensi PBB tentang hukum laut menyatakan bahwa laut lepas merupakan semua bagian dari laut yang tidak termasuk dalam zona ekonoi eksklusif, dalam laut teritorial atau dalam perairan pedalaman suatu negara, atau dalam perairan kepulauan suatu negara kepulauan. Jadi sesuai definisi ini laut lepas terletak di bagian luar zona ekonomi eksklusif.adapun prinsip hukum yang mengatur rezim dilaut lepas adalah prinisip kebebasan.. oleh karena itu pada dulunya negara-negara anglo-saxon menamai laut lepas itu open sea. Namun demikian prinsip kebebasan ini harus pula dilengkapi dengan tindakan-tindakn pengawasan, kerena kebebasan tanpa pengawasan dapat mengacau kebebasan itu sendiri.
prisip
kebebasan di laut lepas
Secara umum dan sesuai dengan pasal
87 konvensi, kebebasan dilaut lepas berarti bahwa laut lepas dapat digunakan
oleh negara manapun. Menurut pasal 87 konvensi tersebut diatas
kebebasan-kebebasan tersebut antara lain :
- kebebasan berlayar,
- kebebasan penerbangan,
- kebebasan untuk memasang kabel dan pipa bawah laut, dengan mematuhi ketentuan-ketentuan bab VI konvensi,
- kebebasan untuk membangun pulau buatan dan instalasi-instalasi lainnya yang diperbolehkan berdasarkan hukum internasional dengan tunduk kepada babVI,
- kebebasan menangkap ikan dengan tunduk pada persyaratan yang tercantum dalam sub bab II,
- kebebasan riset ilmiah, dengan tunduk pada bab VI dan bab XIII.
Kebebasan ini berarti juga bahwa tidak satupun negara yang dapat menundukkan
kegiatan apapun di laut lepas di bawah kedaulatannya dan laut lepas hanya dapat
digunakna untuk tujuan-tujuan damai sebagaimana yang telah ditetapkan dalam
pasal-pasal 88 dan 89 konvensi.
Sekarang ini penggunaan laut lepas untuk keperluan khusus bersifat nasional
seperti percobaan nuklir sering menimbulkan permasalahan dengan keseluruhan
kebebasan laut lepas yang telah diakui oleh masyarakat dunia. Dibuatnya suatu
parameter yang melarang navigasi kapal-kapal waktu pelaksanaan ujicoba nuklir
misalnya mendapat tantangan dari banyak negara karena mengurangi kebebasan
dilaut lepas. Kritikan terhadap penggunaan laut lepas untuk ujicoba nuklir
tertsebut terutamadidasarkan atas ketentuan pasal 88 dalam konvensi yang
menyatakan laut diperuntukan untuk tujuan-tujuan damai. Didirikannya suatu zona
terlarang selama berlangsungnya ujicoba tentu saja bertentangan dengan prinsip
kebebasan berlayar dan kebebasan terbang diatasnya. Sehubungan dengan ini
banyak negara membuat konvensi yang mengharuskan perundang-undangan nasionalnya
berisikan ketentuan untuk membayarkan ganti rugi pada negara-negara lain dalam
peleksanaan kebebasan –kebebasan tertentu dilaut lepas.
Pengawasan di laut lepas
Pengawasan di laut lepas dirasakan
perlu untuk menjamin kebebasan penggunaan laut. Pengawasan ini dilakukan oleh
kapal-kapal perang. Pengawasan yang dilakukan di laut lepas tersebut dibagi
atas dua bagian yaitu pengawasan umum dan pengawasan khusus.
A. Pengawasan Umum
Pengawasan umum ini terdiri dari
pengawasan biasa, inspeksi dan bahkan tindakan kekerasan yang bertujuan untuk
menjamin keamanan umum lalu lintas laut. Sehingga berdasarkan wewenang absolut
suatu negara bendera, maka kapal-kapal publik hanya tunduk kepada kapal-kapal
perang negaranya. Sebaliknya, kapal-kapal perang semua negara mempunyai
wewenang terhadap kapal-kapal swasta negara lain. Jadi tiap-tiap kapal perang
mempunyai wewenang untuk mengetahui kabangsaan suatu kapal dengan meminta
supaya kapal tersebut mengibarkan benderanya. Dalam hal tidak ada kontak,
permintaan pengibaran bendera bisa dilakukan dengan kode-kode lampu atau kalau
cara ini tidak berhasil dengan menembakkan peluru-peluru kosong ke kapal
tersebut. Tetapi, sebelumnya kapal perang harus mengibarkan dulu benderanya.
B. Pengawasan-pengawasan khusus
Pengawasan –pengawasan khusus ini ada bermacam-macam :
1) Pemberantasan perdanggangan budak
belian
Semenjak penghapusan perdagangan
budak belian tahun 1815, banyak negara eropa membuat konvensi-konvensi untuk
menentukan rezim peberantasan pengangkutan budak-budak di laut lepas. Jadi
kapal perang pihak-pihak konvensi mempunyai kekkuasaan yang luas untuk mengawasi
dan memberantas perdangangan budak belian.
2) Pemberantasan bajak laut
Berrdasarkan hukum kebiasaan, kapal
perang semua negara mempunyai wewenang untuk memberantas bajak laut
intternasional. Wewenangnya sangat luas kapal-kapal perang dapat menangkap dan
menahan kapal bajak laut. Selanjutnya negara bendera kapal perang tersebutlah
yang dapat mengadili dan menghukum pembajak-pembajak yang ditangkap.
3) Pengawasan untuk melindungi
kabel-kabel dan pipa bawah laut
Konvensi 14 maret 1894 memberikan wewenang
pada kapal –kapal perang negara-negara pihak konvensi untuk mengkonstatir
kerusakan kabel-kabel dan pipa bawah laut.
4) Pengawasan penangkapan ikan
5) Pemberantasan pencemaran laut
6) Pengawasan untuk kepentingan sendiri
negara-negara
Daftar pustaka
·
Starke
J.G., 2001, Pengantar Hukum Internasional I , Edisi Kesepuluh, Jakarta:
Sinar Grafika
·
Mauna
Boer, hukum internasional, pengertian, peranan dan fungsi dalam era dinamika
global, edisi kedua, Alumni, Bandung, 2005.
·
Google.
·
Anwar
Chairul, 1982, Hukum Internasional: Horizon Baru Hukum Laut Internasional,Jakarta:Djambatan
·
Wallace
Rebecca M.M, 1986, Hukum Internasional, Penerjemah Bambang Armunadi,Semarang:
Penerbit Ikip Semarang Press,
·
Kusumaatmaja
Mochtar & Etty R.Agoes, 2003, Pengantar Hukum Internasional, Bandung:PT.Alumni.