Rabu, 29 Mei 2013

Merger,Akuisisi,dan Konsolidasi

Merger,Akuisisi,dan Konsolidasi


Penyatuan Perusahaan
.Penggabungan (Merger)
Merger adalah penggabungan dua  perusahaan menjadi satu, dengan membeli atau mengambil asset dan segala hutang perusahaan yang  di merger.Biasanya perusahaan yang mengambil atau membeli, memiliki saham 50 % atau lebih saham perusahaan tersebut.
Definisi merger yang lain:
Merger adalah penggabungan dua perusahaan menjadi satu, dimana perusahaan yang me-merger mengambil/membeli semua assets dan liabilities perusahaan yang di-merger dengan begitu perusahaan yang me-merger memiliki paling tidak 50% saham dan perusahaan yang di-merger berhenti beroperasi dan pemegang sahamnya menerima sejumlah uang tunai atau saham di perusahaan yang baru (Brealey, Myers, & Marcus, 1999, p.598).
Merger yaitu sebagai penyerapan dari suatu perusahaan oleh perusahaan yang lain. Dalam hal ini perusahaan yang membeli akan melanjutkan nama dan identitasnya. Perusahaan pembeli juga akan mengambil baik aset maupun kewajiban perusahaan yang dibeli. Setelah merger, perusahaan yang dibeli akan kehilangan/berhenti beroperasi (Harianto dan Sudomo, 2001, p.640).
Contoh Merger
5 bank : bank bali, universal, patriot, primex dan artha media bergabung jadi permata bank (sekitar awal 2002).Dampak positifnya tentu saja size perusahaan dalam arti asset, jumlah karyawan, modal, dll akan meningkat.Dampak negatifnya yaitu salah satu tentu saja rasionalisasi karyawan atau pihak yang mau tidak mau harus dilakukan untuk menjaga efiensi/efektifitas tetap terjaga  juga suasana kerja menjadi tidak nyaman (sementara waktu) dan persaingan/ego masing-masing bank yg masih kental.
Contoh lain:
Permata – Standard Chartered/Astra (2004)
Danamon – Temasek
BCA – Djarum (2006)
Excelcom – Telkom Malaysia (2004)
Indosat/Telkomsel – Temasek
Wireless Indonesia – Sinarmas
Siemens – Nokia (2006)
TV7 – TransTV
ANTV – StarTV (2005)
NTS – Maxis – Saudi Telecom (2007)
Kelebihan Merger
Pengambilalihan melalui merger lebih sederhana dan lebih murah dibanding pengambilalihan yang lain (Harianto dan Sudomo, 2001)
Kekurangan Merger
Dibandingkan akuisisi merger memiliki beberapa kekurangan, yaitu harus ada persetujuan dari para pemegang saham masing-masing perusahaan, sedangkan untuk mendapatkan persetujuan tersebut diperlukan waktu yang lama. (Harianto dan Sudomo, 2001)
Evaluasi keberhasilan dan kegagalan merger
Membuat proyeksi keberhasilan merger penting dilaksanakan, sebelum merger dilakukan secara legal. Tahapan diawali dengan due diligence (uji tuntas) atas perusahaan yang akan dikonsolidasikan. Penilaian dilakukan atas sinergi yang akan diperoleh, dilihat dari sinergi operasional dan sinergi finansial.
Sinergi operasional, umumnya dengan membandingkan sumber daya masing-masing perusahaan, antara lain: Visi Misi dan tujuan perusahaan, perencanaan strategik, Sumber Daya Manusia, jaringan, pangsa pasar, Informasi Teknologi yang digunakan, dan budaya kerja masing-masing perusahaan.Evaluasi finansial, didasarkan atas: analisis laporan keuangan perusahaan, berupa neraca dan laba rugi, baik yang berupa on atau off balance sheet, serta fee based income.
Banyak perusahaan atau Bank yang mengalami kegagalan saat dilakukan merger, disebabkan, antara lain:
  1. Harga yang ditetapkan saat dilakukan merger terlalu tinggi akibat analisis sebelumnya tidak akurat
  2. Sumber pembiayaan merger berasal dari pinjaman berbiaya tinggi
  3. Asumsi yang salah dengan mengharapkan booming market, yang ternyata terjadi sebaliknya
  4. Tergesa-gesa, sebelum dilakukan uji tuntas dengan baik
  5. Perbedaan kedua perusahaan terlalu besar
  6. Budaya kerja tak dapat disatukan
  7. Krisis manajerial karena ingin mempertahankan semua manajemen yang ada di kedua perusahaan
Kesimpulan:
1. Merger hanya akan dilakukan jika nilai dari perusahaan hasil merger lebih besar dibanding dengan jumlah nilai masing-masing perusahaan
2. Walaupun hasil analisis menunjukkan bahwa hasil merger akan lebih baik, namun tetap memerlukan waktu penyesuaian, terutama untuk menyatukan budaya kerja dari kedua perusahaan
2. Pengambilahlian (Akuisisi)
Akuisisi adalah pengambil-alihan (takeover) sebuah perusahaan dengan membeli saham atau aset perusahaan tersebut, perusahaan yang dibeli tetap ada. (Brealey, Myers, & Marcus, 1999,p.598). Akuisis bisa juga pembelian suatu perusahaan oleh perusahaan lain atau oleh kelompok investor. Akuisisi sering digunakan untuk menjaga ketersediaan pasokan bahan baku atau jaminan produk akan diserap oleh pasar.
Contoh Akuisisi
Aqua diakuisisi oleh Danone, Pizza Hut oleh Coca-Cola, dan lain-lain.
Kelebihan Akuisisi
Keuntungan-keuntungan akuisisi saham dan akuisisi aset adalah sebagai berikut:
a. Akuisisi Saham tidak memerlukan rapat pemegang saham dan suara pemegang saham sehingga jika pemegang saham tidak menyukai tawaran Bidding firm, mereka dapat menahan sahamnya dan tidak menjual kepada pihak Bidding firm.
b. Dalam Akusisi Saham, perusahaan yang membeli dapat berurusan langsung dengan pemegang saham perusahaan yang dibeli dengan melakukan tender offer sehingga tidak diperlukan persetujuan manajemen perusahaan.
c. Karena tidak memerlukan persetujuan manajemen dan komisaris perusahaan, akuisisi saham dapat digunakan untuk pengambilalihan perusahaan yang tidak bersahabat (hostile takeover).
d. Akuisisi Aset memerlukan suara pemegang saham tetapi tidak memerlukan mayoritas suara pemegang saham seperti pada akuisisi saham sehingga tidak ada halangan bagi pemegang saham minoritas jika mereka tidak menyetujui akuisisi (Harianto dan Sudomo, 2001, p.643-644).
Kekurangan Akuisisi
Kerugian-kerugian akuisisi saham dan akuisisi aset sebagai berikut :
a. Jika cukup banyak pemegang saham minoritas yang tidak menyetujui pengambilalihan tersebut, maka akuisisi akan batal. Pada umumnya anggaran dasar perusahaan menentukan paling sedikit dua per tiga (sekitar 67%) suara setuju pada akuisisi agar akuisisi terjadi.
b. Apabila perusahaan mengambil alih seluruh saham yang dibeli maka terjadi merger.
c. Pada dasarnya pembelian setiap aset dalam akuisisi aset harus secara hukum dibalik nama sehingga menimbulkan biaya legal yang tinggi. (Harianto dan Sudomo, 2001, p.643)
3. Peleburan (Konsolidasi)
           Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua Perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Perseroan baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan yang meleburkan diri dan status badan hukum Perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum.
          Definisi konolidasi yang lain:
Konsolidasi adalah dua buah perusahaan yang bergabung bubar demi hukum dan sebagai gantinya didirikan suatu perusahaan dengan nama yang baru meskipun secara finansial perusahaan baru tersebut mengambil alih asset hak dan kewajiban dari 2 perusahaan yang bubar tersebut.
Konsolidasi adalah penggabungan usaha antara 2 perusahaaan atau lebih dimana untuk meneruskan kegiatan usaha  gabungan dibentuk perusahaan baru dan semua perusahaan yang bergabung menghentikan kegiatannya (Aliminsyah)
 Contoh Konsolidasi
1. Bank Mandiri sebagai konsolidasi karena awalnya mandiri itu dari berbagai perusahaan yang kemudian bersatu membentuk nama perusahaan baru.
2.  Perusahaan-Perusahaan MNC melakukan konsolidasi bagi perusahaannya yang memiliki anak cabang di luar negeri agar sistem pengawasan dan pengendaliannya lebih mudah..

Senin, 15 April 2013

Tugas Hukum Laut Internasional

Kata Pengantar
         Puji syukur penulis sampaikan kepada ALLAH SWT karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya berupa nikmat kesehatan, iman dan ilmu pengetahuan. Tugas mata kuliah HUKUM LAUT INTERNAIONAL ini dapat terselesaikan. Demikian juga salawat serta salam penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah mengarahkan manusia kejalan hidup yang benar.
        Tujuan makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas dari mata kuliah hukum laut internasional pada Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Pada  makalah ini juga akan dibahas secara singkat tentang Laut Teritorial, Zona Tambahan, Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), Landas Kontinen (continental self), dan laut lepas (high seas) dalam hukum laut internasional. Pada masing-masing materi pembahasan, diuraikan secara singkat mengenai pengertian serta hal-hal lain yang berkaitan dengan materi pembahasan dan pengaturannya dalam konvensi hukum laut 1982 (UNCLOS III) dan Undang-undang mengenai hal tersebut di Indonesia.
      Terima kasih penulis ucapkan kepada orang-orang yang telah membantu penulis dalam mempersiapkan makalah ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan-kelemahan dalam pembuatan tugas ini, maka dari itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat kami harapkan demi kesempurnaan tugas ini untuk itu penulis ucapkan terima kasih. Semoga bermanfaat bagi semua pembaca, Aamiin Ya Rabbal Alamiin
                                                                                       Banda Aceh,01.Maret.2013
                                                                                  Penulis

                                                                                  Yusrizal Algamanda


BAB I
PENDAHULUAN
Laut teritorial atau perairan teritorial (Territorial sea) adalah wilayah kedaulatan suatu negara pantai selain wilayah daratan dan perairan pedalamannya; sedangkan bagi suatu negara kepulauan seperti Indonesia, Jepang, dan Filipina, laut teritorial meliputi pula suatu jalur laut yang berbatasan dengannya perairan kepulauannya dinamakan perairan internal termasuk dalam laut teritorial pengertian kedaulatan ini meliputi ruang udara di atas laut teritorial serta dasar laut dan tanah di bawahnya dan, kedaulatan atas laut teritorial dilaksanakan dengan menurut ketentuan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (United Nations Convention on the Law of the Sea), lebar sabuk perairan pesisir ini dapat diperpanjang paling banyak dua belas mil laut (22,224 km) dari garis dasar (baseline-sea)
Zona tambahan adalah suatu jalur perairan yang berdekatan dengan batas jalur maritim, tidak termasuk kedaulatan negara pantai, tetapi dalam zona itu negara pantai dapatmelaksanakan hak-hak pengawasan tertentu untuk tujuan kesehatan atauperaturan-peraturan lainnya
Zona Ekonomi Eksklusif didefinisikan sebagai suatu wilayah laut diluar laut teritorial, dimana negara-negara pantai memiliki kedaulatan atas semua sumber daya alam didalamnya. Zona ini berada pada 200 mil dari garis pangkal laut teritorial. Sekiranya lebar laut teritorial 12 mil, maka sebenarnya lebar zona ekonomi eksklusif adalah 200 mil - 12 mil = 188 mil.

Landas kontinen adalah Dasar dan lapisan tanah dibawah laut yang berbatasan dengan pantai tetapi berada diluar daerah laut wilayah sampai kedalaman 200-350 meter atau daerah yang lebih dalam lagi dimana dalam airnya memungkinkan eksploitasi sumber-sumber daya alam di daerah tersebut dan Dasar dan lapisan tanah di bawah laut seperti di atas yang berbatasan dengan pantai kepulauan. Landas kontinen perlu diatur dalam hukum internasional karena menyimpan banyak sumber daya alam yang berguna bagi manusia, baik hayati maupun non hayati.

Laut lepas merupakan semua bagian dari laut yang tidak termasuk dalam zona ekonomi eksklusif, dalam laut teritorial atau dalam perairan pedalaman suatu negara, atau dalam perairan kepulauan suatu negara kepulauan. Jadi sesuai definisi ini laut lepas terletak di bagian luar zona ekonomi eksklusif. adapun prinsip hukum yang mengatur rezim dilaut lepas adalah prinisip kebebasan.. oleh karena itu pada dulunya negara-negara anglo-saxon menamai laut lepas itu open sea. Namun demikian prinsip kebebasan ini harus pula dilengkapi dengan tindakan-tindakn pengawasan, kerena kebebasan tanpa pengawasan dapat mengacau kebebasan itu sendiri.


BAB II
PEMBAHASAN
A. Laut Teritorial

Konsep laut teritorial muncul karena kebutuhan untuk menumpas pembajakan dan untuk mempromosikan pelayaran dan perdagangan antar negara. Prinsip ini mengijinkan negara untuk memperluas yurisdiksinya melebihi batas wilayah pantainya untuk alasan keamanan. Secara konseptual, laut teritorial merupakan perluasan dari wilayah teritorial darat. Sejak Konferensi Den Haag 1930 kemudian Konferensi Hukum Laut 1958, negara-negara pantai mendukung rencana untuk konsep laut teritorial ditetapkan dalam doktrin hukum laut. Kemudian ketentuan laut teritorial dikodifikasikan dalam Konvensi Hukum Laut 1982 (LOCS). LOCS mengijikan negara pantai untuk menikmati yurisdiksi eksklusif atas tanah dan lapisan tanah dibawahnya sejauh 12 mil laut diukur dari garis dasar sepanjang pantai yang mengelilingi negara tersebut.penertian laut territorial menurut hukum laut internasional maupun nasional adalah sebagai berikut :

1.      menurut UNCLOS
Garis-garis dasar (garis pangkal / baseline), yang lebarnya 12 mil laut diukur dari garis dasar Laut territorial didefinisikan sebgai laut wilayah yang terletak disisi luar dari garis pangkal.
Yang dimaksud dengan garis dasar disini adalah garis yang ditarik pada pantai pada waktu air laut surut . Negara pantai mempunyai kedaulatan atas Laut Teritorial, ruang udara di atasnya, dasar laut dan tanah di bawahnya serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dimana dalam pelaksanaannya kedaulatan atas laut territorial ini tunduk pada ketentuan hokum internasional.
2.      menurut uu no.6 tahun 1996
Laut teritorial adalah jalur laut selebar 12(dua belas) mil yang diukur dari garis pangkal kepulauan Indonesia sebagaimana yang dimaksud pasal 5 UU No 6 Tahun 1996
Pasal 5 UU No 6 Tahun 1996
·         (1) Garis pangkal kepulauan Indonesia ditarik dengan menggunakan garis pangkal     lurus kepulauan.
·         (2) Dalam hal garis pangkal lurus kepulauan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dapat digunakan, maka digunakan garis pangkal biasa atau garis pangkal lurus.
·         (3) Garis pangkal lurus kepulauan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah garis -garis lurus yang menghubungkan titik-titik terluar pada garis air rendah pulau-pulau dan karang- karang kering terluar dari kepulauan Indonesia.
·         (4) Panjang garis pangkal lurus kepulauan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak boleh melebihi 100 (seratus) mil laut, kecuali bahwa 3% (tiga per seratus) dari jumlah keseluruhan garis -garis pangkal yang mengelilingi kepulauan Indonesia dapat melebihi kepanjangan tersebut, hingga suatu kepanjangan maksimum 125 (seratus dua puluh lima) mil laut.
·         (5) Garis pangkal lurus kepulauan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak boleh ditarik dari dan ke elevasi surut, kecuali apabila di atasnya telah dibangun mercu suar atau instalasi serupa yang se-cara permanen berada di atas permukaan laut atau apabila elevasi surut tersebut terletak seluruhnya atau sebagian pada suatu jarak yang tidak melebihi lebar laut teritorial dari pulau yang terdekat.
·         (6) Garis pangkal biasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah garis air rendah sepanjang pantai.
·         (7) Garis pangkal lurus sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah garis lurus yang menghubungkan titik-titik terluar pada garis pantai yang menjorok jauh dan menikung ke daratan atau deretan pulau yang terdapat di dekat sepanjang pantai.
Dalam Laut Teritorial berlaku hak lintas laut damai bagi kendaraan-kendaraan air asing. Kapal asing yang menyelenggarakan lintas laut damai di Laut Teritorial tidak boleh melakukan ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik negara pantai serta tidak boleh melakukan kegiatan survey atau penelitian, mengganggu sistem komunikasi, melakukan pencemaran dan melakukan kegiatan lain yang tidak ada hubungan langsung dengan lintas laut damai. Pelayaran lintas laut damai tersebut harus dilakukan secara terus menerus, langsung serta secepatnya, sedangkan berhenti dan membuang jangkar hanya dapat dilakukan bagi keperluan navigasi yang normal atau kerena keadaan memaksa atau dalam keadaan bahaya atau untuk tujuan memberikan bantuan pada orang, kapal atau pesawat udara yang berada dalam keadaan bahaya.
Terkait dengan pelaksanaan hak lintas damai bagi kapal asing tersebut, Negara pantai berhak membuat peraturan yang berkenaan dengan keselamatan pelayaran dan pengaturan lintas laut, perlindungan alat bantuan serta fasilitas navigasi, perlindungan kabel dan pipa bawah laut, konservasi kekayaan alam hayati, pencegahan terhadap pelanggaran atas peraturan perikanan, pelestarian lingkungan hidup dan pencegahan, pengurangan dan pengendalian pencemaran, penelitian ilmiah kelautan dan survei hidrografi dan pencegahan pelanggaran peraturan bea cukai, fiskal, imigrasi dan kesehatan.


B. Zona Tambahan
Aturan hukum internasional yang mengatur tentang zona tambahan adalah UNCLOS 1982 yaitu “Dalam suatu zona yang berbatasan dengan laut territorial nya, yang dinamakan zona tambahan, Negara pantai dapat melaksanakan pengawasan yang diperlukan untuk mencegah pelanggaran peraturan perundang-undangannya, bea cukai, fiskal, imigrasi dan saniter di wilayah laut teritorialnya, serta menghukum pelanggar peratuan perundang-undangan tersebut diatas yang dilakukan di dalam wilayah atau laut tertorialnya.”  Sedangkan lebar zona tambahan ditetapkan maksimal 24 mil laut dari garis pangkal lautteritorial.     
Karena lebar zona tambahan diukur 24 mil laut dari garis pangkal laut teritorial diukur, maka harus dikurangi 12 mi laut yang merupakan bagian laut teritorial itu. Sehingga, sebenarnya lebar zonatambahan adalah hanya 12 mil laut.Mengenai aturan hukum nasional, sampai sekarang Indonesia belum membuat Undang-undang yang secara khusus mengatur tentang zona tambahan. Untuk itu, peraturan perundangan yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam mengklaim atau menetapkan zona tambahan adalah UU No. 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan Konvensi Hukum Laut 1982, UU No. 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian, UU No.10 Tahun1995 tentang Kepabeanan, UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, UUNo. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, UU No.22 Tahun 1997 tentang Narkotika dan lainnya.Dalam rezim zona tambahan tidak berlaku kedaulatan Negara sebagaimana di laut teritorial, melainkan hanya berlaku yurisdiksi negara.Di luar yurisdiksi tersebut, maka zona tambahan tetap merupakan laut lepas kecuali jika negara pantai menetapkan Zona Ekonomi Eksklusif


C. Zona Ekonomi Eksklusif ( ZEE )

Zona Ekonomi Eklusif (ZEE) adalah zona yang luasnya 200 mil dari garis dasar pantai, yang mana dalam zona tersebut sebuah negara pantai mempunyai hak atas kekayaan alam di dalamnya, dan berhak menggunakan kebijakan hukumnya, kebebasan bernavigasi, terbang di atasnya, ataupun melakukan penanaman kabel dan pipa. Konsep dari ZEE muncul dari kebutuhan yang mendesak. Sementara akar sejarahnya berdasarkan pada kebutuhan yang berkembang semenjak tahun 1945 untuk memperluas batas jurisdiksi negara pantai atas lautnya, sumbernya mengacu pada persiapan untuk UNCLOS III.
Berdasarkan undang-undang dasar Republlik Indonesia nomor 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia menyebutkan bahwa :
“Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut wilayah Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya dan air di atasnya dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil laut diukur dari garis pangkal laut wilayah Indonesia”.
Konsep dari ZEE telah jauh diletakan di depan untuk pertama kalinya oleh Kenya pada        Asian-African Legal Constitutive Committee pada Januari 1971, dan pada Sea Bed Committee PBB di tahun berikutnya. Proposal Kenya menerima support aktif dari banyak Negara Asia dan Afrika. Dan sekitar waktu yang sama banyak Negara Amerika Latin mulai membangun sebuah konsep serupa atas laut patrimonial. Dua hal tersebut telah muncul secara efektif pada saat UNCLOS dimulai, dan sebuah konsep baru yang disebut ZEE telah dimulai.
Ketentuan utama dalam Konvensi Hukum Laut yang berkaitan dengan ZEE terdapat dalam bagian ke-5 konvensi tersebut. Sekitar tahun 1976 ide dari ZEE diterima dengan antusias oleh sebagian besar anggota UNCLOS, mereka telah secara universal mengakui adanya ZEE tanpa perlu menunggu UNCLOS untuk mengakhiri atau memaksakan konvensi.
Penetapan universal wilayah ZEE seluas 200 mil akan memberikan setidaknya 36% dari seluruh total area laut. Walaupun ini porsi yang relatif kecil, di dalam area 200 mil yang diberikan menampilkan sekitar 90% dari seluruh simpanan ikan komersial, 87% dari simpanan minyak dunia, dan 10% simpanan mangan.
Lebih jauhnya, sebuah porsi besar dari penelitian scientific kelautan mengambil tempat di jarak 200 mil dari pantai, dan hampir seluruh dari rute utama perkapalan di dunia melalui ZEE negara pantai lain untuk mencapai tujuannya. Melihat begitu banyaknya aktifitas di zona ZEE, keberadaan rezim legal dari ZEE dalam Konvensi Hukum Laut sangat penting adanya.
Hak berdaulat, kewajiban yurisdiksi dan hak-hak lain di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
Hal ini di atur dalam Bab III pasal 4 UU no.5 Tahun 1983 Tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia yang menyebutkan bahwa :
(1) Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, Republik Indonesia mempunyai dan melaksanakan :
a.  Hak berdaulat untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi, pengelolaan dan konservasi sumber daya alam hayati dan non hayati dari dasar laut dan tanah di bawahnya serta air di atasnya dan kegiatan-kegiatan lainnya untuk eksplorasi dan eksploitasi ekonomis zona tersebut, seperti pembangkitan tenaga dari air, arus dan angin;
b.  Yurisdiksi yang berhubungan dengan :
1.  pembuatan dan penggunaan pulau-pulau buatan, instalasi-instalasi dan bangunan-bangunan lainnya;
2.  penelitian ilmiah mengenai kelautan;
3.  perlindungan dan pelestarian lingkungan taut;
c. Hak-hak lain dan kewajiban-kewajiban lainnya berdasarkan Konvensi Hukum Laut yang berlaku.
(2) Sepanjang yang bertalian dengan dasar laut dan tanah di bawahnya, hak berdaulat, hakhak lain, yurisdiksi dan kewajiban-kewajiban Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan menurut peraturan perundang-undangan Landas Kontinen Indonesia, persetujuan-persetujuan antara Republik Indonesia dengan negara-negara tetangga dan ketentuan-ketentuan hukum internasional yang berlaku-
(3) Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, kebebasan pelayaran dan penerbangan    internasional serta kebebasan pemasangan kabel dan pipa bawah laut diakui sesuai dengan prinsip-prinsip hukum laut internasional yang berlaku.
Hak berdaulat Indonesia yang dimaksud oleh undang-undang ini tidak sama atau tidak dapat disamakan dengan kedaulatan penuh yang dimiliki dan dilaksanakan oleh Indonesia atas laut wilayah, perairan Nusantara dan perairan pedalaman Indonesia. Berdasarkan hal tersebut diatas maka sanksi-sanksi yang diancam di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia berbeda dengan sanksi-sanksi yang diancam di perairan yang berada dibawah kedaulatan Republik Indonesia tersebut.
Hak-hak lain berdasarkan hukum internasional adalah hak Republik Indonesia untuk melaksanakan penegakan hukum dan hot pursuit terhadap kapal-kapal asing yang melakukan pelanggaran atas ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan Indonesia mengenai zona ekonomi eksklusif. Kewajiban lainnya berdasarkan hukum internasional adalah kewajiban Republik Indonesia untuk menghormati hak-hak negara lain, misalnya kebebasan pelayaran dan penerbangan (freedom of navigation and overflight)dan kebebasan pemasangan kabel-kabel dan pipa-pipa bawah laut (freedom of the laying of submarine cables and pipelines).
Pada ayat dua menentukan, bahwa sepanjang menyangkut sumber daya alam hayati dan non hayati di dasar laut dan tanah di bawahnya yang terletak di dalam batas-batas Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia hak berdaulat Indonesia dilaksanakan dan diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan Indonesia yang berlaku di bidang landas kontinen serta persetujuan-persetujuan internasional tentang landas kontinen yang menentukan batas-batas landas kontinen antara Indonesia dengan negara-negara tetangga yang pantainya saling berhadapan atau saling berdampingan dengan Indonesia.
Sesuai dengan prinsip-prinsip hukum internasional yang berlaku seperti yang tumbuh dari praktek negara dan dituangkan dalam Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Hukum Laut yang dihasilkan oleh Konperensi Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Hukum Laut Ketiga di zona ekonomi eksklusif setiap negara, baik negara pantai maupun negara tak berpantai, menikmati kebebasan pelayaran dan penerbangan internasional serta kebebasan pemasangan kabel dan pipa bawah laut, serta penggunaan laut yang bertalian dengan kebebasan-kebebasan tersebut seperti pengoperasian kapal-kapal, pesawat udara dan pemeliharaan kabel dan pipa bawah laut.

Kegiatan-kegiatan di zona ekonomi eksklusif Indonesia
Masalah kegiatan-kegiatan ini diatur di dalam pasal 5 UU no.5 tahun 1983 tentang zona  ekonomi eksklusif Indonesia. Kegiatan untuk eksplorasi dan/atau eksploitasi sumber daya alam atau kegiatan-kegiatan lainnya untuk eksplorasi dan/atau eksploitasi ekonomis seperti pembangkitan tenaga dari air, arus dan angin di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia yang dilakukan oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia harus berdasarkan izin dari Pemerintah Republik Indonesia.
Sedangkan kegiatan-kegiatan tersebut di atas yang dilakukan oleh negara asing, orang atau badan hukum asing harus berdasarkan persetujuan internasional antara Pemerintah Republik Indonesia dengan negara asing yang bersangkutan.
Dalam syarat-syarat perjanjian atau persetujuan internasional dicantumkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang harus dipatuhi oleh mereka yang melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi di zona tersebut, antara lain kewajiban untuk membayar pungutan kepada Pemerintah Republik Indonesia.
Sumber daya alam hayati pada dasarnya memiliki daya pulih kembali, namun tidak berarti tak terbatas. Dengan adanya sifat-sifat yang demikian, maka dalam melaksanakan pengelolaan dan konservasi sumber daya alam hayati, Pemerintah Republik Indonesia menetapkan tingkat pemanfaatan baik di sebagian atau keseluruhan daerah di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesi.
Dalam hal usaha perikanan Indonesia belum dapat sepenuhnya memanfaatkan seluruh jumlah tangkapan yang diperbolehkan tersebut, maka selisih antara jumlah tangkapan yang diperbolehkan dan jumlah kemampuan tangkap (capacity to harvest) Indonesia, boleh dimanfaatkan oleh negara lain dengan izin Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan persetujuan internasional. Misalnya jumlah tangkapan yang diperbolehkan ada 1.000 (seribu) ton sedangkan jumlah kemampuan tangkap Indonesia baru mencapai 600 (enam ratus) ton maka negara lain boleh ikut memanfaatkan dari sisa 400 (empat ratus) ton tersebut dengan izin Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan persetujuan internasional
Batas luar dan  Lebarnya zona ekonomi eksklusif
Angka yang dikemukakan mengenai lebarnya zona ekonomi eksklusif adalah 200 mil atau 370,4 km. kelihatannya angka ini tidak menimbulkan kesukaran dan dapat diterima oleh negara-negara berkembang dan negara-negara maju.semenjak dikemukakannya gagasan zona ekonomi, angka 200 mil dari garis pangkal sudah menjadi pegangan.sekiranya lebar laut wilayah 12 mil sudah diterima, seperti kenyataannya sekarang ini, sebenarnya lebar zona ekonomi eksklusif adalah 200-12 = 188 mil. Sebagaimana telah dikemukakan hak-hak negara pantai atas kedua laut tersebut berbeda yaitu kedaulatan penuh atas laut wilayah(teritorial) dan hak-hak berdaulat atas zona ekonomi untuk tujuan eksploitasi sumber kekayaan yang terdapat di daerah laut tersebut.
Batas dalam ZEE adalah batas luar dari laut territorial. Zona batas luas tidak boleh melebihi kelautan 200 mil dari garis dasar dimana luas pantai territorial telah ditentukan. Kata-kata dalam ketentuan ini menyarankan bahwa 200 mil adalah batas maksimum dari ZEE, sehingga jika ada suatu negara pantai yang menginginkan wilayahnya ZEE-nya kurang dari itu, negara itu dapat mengajukannya. Di banyak daerah tentu saja negara-negara pantai tidak akan memilih mengurangi wilayah ZEEnya kurang dari 200 mil, karena kehadiran wilayah ZEE negara tetangga. Kemudian timbul pertanyaan mengapa luas 200 mil menjadi pilihan maksimum untuk ZEE. Alasannya adalah berdasarkan sejarah dan politik : 200 mil tidak memiliki geographis umum, ekologis dan biologis nyata. Pada awal UNCLOS zona yang paling banyak di klaim oleh negara pantai adalah 200 mil, diklaim negara-negara amerika latin dan Afrika. Lalu untuk mempermudah persetujuan penentuan batas luar ZEE maka dipilihlah figur yang paling banyak mewakili klaim yang telah ada. Tetapi tetap mengapa batas 200 mil dipilih sebagai batas luar jadi pertanyaan. Menurut Prof. Hollick, figure 200 mil dipilih karena suatu ketidaksengajaan, dimulai oleh negara Chili. Awalnya negara Chili mengaku termotifasi pada keinginan untuk melindungi operasi paus lepas pantainya. Industri paus hanya menginginkan zona seluas 50 mil, tapi disarankan bahwa sebuah contoh diperlukan. Dan contoh yang paling menjanjikan muncul dalam perlindungan zona adalah diadopsi dari Deklarasi Panama 1939. Zona ini telah disalahpahami secara luas bahwa luasnya adalah 200 mil, padahal faktanya luasnya beranekaragam dan tidak lebih dari 300 mil.

Delimitasi Zona Ekonomi Eksklusif
Mengingat ZEE yang merupakan zona baru,dalam penerapannya oleh negara-negara menimbulkan situasi bahwa  negara-negara yang berhadapan atau berdampingan yang jarak pantainya kurang dari 200 mil laut harus melakukan suatu delimitasi (batasan) ZEE satu sama lain.seperti halnya delimitasi batas landas kontinen,prinsip hukum delimitasi ZEE diatur dalam pasal 74 konvensi hukum laut 1982.rumusan pasal ini secara mutatis mutandis sama dengan pasal 83 tentang delimitasi landas kontinen.
Sebelum zona ini lahir, negara-negara pada umumnya mengenal konsepsi zona perikanan sehingga perjanjian yang dibuat adalah perjanjian batas zona perikanan pula.perjanjian batas ZEE antar negara berdasarkan konvensi hukum laut 1982 masih belum begitu banyak.Indonesia baru menetapkan perjanjian ZEE hanya dengan australia melalui perjajian antara pemerintah republik Indonesia dengan pemerintah Australia tentang penetapan batas Zona Ekonomi Ekssklusif dan batas-batas dasar laut tertentu yang ditandatangani di Perth, pada tanggal 14 Maret 1997. Indonesia masih harus membuat perjanjian ZEE dengan seluruh negara yang berbatasan laut dengan Indonesia kecuali Australia


D. LANDAS KONTINEN (continental self)

Pada hakekatnya rezim landas kontinen lahir melalui pernyataan-pernyataan unilateral dan kadang melalui jalan konvensional.selanjutnya konferensi jenewa 1958 membuat ketentuan mengenai dasar laut tersebut yang kemudian disempurnakan dalam konvensi.setelah tahun 1958 banyak negara yang mengeluarkan undang-undang tentang landas kontinen dan membuat perjajian yang didasarkan atas ketetuan yang terdapat dalam konvensi jenewa tersebut. Termasuk Indonesia yaitu Undang-Undang nomor 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia.
Konvensi jenewa 1958 tentang landas kontinen berhasil untuk menentukan secara umum,rezim yang sam mengenai landas kontinen.konvensi yang hanya berisikan 15 pasal tersebut mulai berlaku sejak 10 Juni 1964 setelah ratifikasi ke-22 oleh Inggris.
Pasal 1 konvensi jenewa menyatakan bahwa yang dimaksud dengan landas kontinen adalah :
·         Dasar dan lapisan tanah dibawah laut yang berbatasan dengan pantai tetapi berada diluar daerah laut wilayah sampai kedalaman 200-350 meter atau daerah yang lebih dalam lagi dimana dalam airnya memungkinkan eksploitasi sumber-suumber daya alam di daerah tersebut.
·         Dasar dan lapisan tanah di bawah laut seperti di atas yang berbatasan dengan pantai kepulauan.
Dalam hal ini, konvensi jenewa tidak lagi memasukkan landas kontinen yang berada di bawah laut wilayah karena secara otomatis landas kontinen tersebut berada sepenuhnya di bawah kedaulatan negara pantai seperti kedaulatannya terhadap laut wilayah itu sendiri.jadi konvensi hanya mengatur landas kontinen diluar laut wilayah sampai kedalaman 200 meter atau lebih.
Sebuah negara bisa menetapkan landas kontinennya secara maksimal yaitu 350 mil apabila mempunyai teknologi yang canggih untuk melakukan eksploitasi dan eksplorasi terhadap jarak 350 mil tersebut. Cara mengklaim landas kontinen yaitu dengan cara mengklaim, kemudian membuat perjajian dengan negara tetangga. Ketika perjajian sudah disetujui maka kemudian di depositkan atau disimpan di sekjen PBB.

Hak-hak Negara Pantai
Selanjutnya pasal 2 konvensi jenewa tersebut menyatakan : negara pantai mempunyai hak-hak berdaulat atas landas kontinen untuk tujuan eksplorasi dan eksploitasi sumber-sumber alamya. Hak-hak yang tercantum dalam ayat 1 pasal tersebut adalah eksklusif yang dapat melakukan kegiatan-kegiatan di atas landas kontinen itu tanpa persetujuan negara pantai.

Negara-negara pantai hanya mempunyai kedaulatan fungsional, yaitu kedaulatan yang khusus dan perlu untuk mengadakan eksplorasi dan eksploitasi landas kontinen itu saja.kedaulatan negara pantai dalm hal ini terbatas, sebagaimana yang disebut ayat 3 pasal 2 konvensi yang tersebut di atas yaitu : hak-hak negara pantai atas landasan kontinen tidak boleh berarti pendudukaan secara efektif dan fiktif. Kedaulatan negar pantai atas landas kontinennya hanya kedaulatan yang perlu untuk menggali sumber-sumber daya alam yang terdapat di sana. Prinsip ini sesuai pula dengan pernyataan presiden Truman September 1945 sebelumnya,bahwa negara pantai atas landas kontinen tidak akan mempengaruhi status yang sah dari lautan bebas perairan itu atau udara di atasnya (pasal 3 konvensi). Jadi, konvensi ini menolak secara resmi pretensi negara-negara untuk meletakkan laut lepas yang berada di atas landas kontinen di bawah kedaulatannya.laut lepas yang ada diatas landas kontinen suatu negara pantai akan tetap berstatus lautt lepas dengan kebebasan-kebebasannya.

Delimitasi Landas Kontinen
Undang-undang no.1 tahun 1973 tentang landas kontinen Indonesia dalam pasal 3 yang bunyinya “Dalam hal landas kontinen Indonesia, termasuk depresi-depresi yang terdapat di landas Kontinen Indonesia, berbatasan dengan negara lain, penetapan garis batas landas kontinen dengan negara lain dapat dilakukan dengan cara mengadakan perundingan untuk mencapai suatu persetujuan  juga menyatakan prinsip penetapan batas garis landas kontinen dengan negara-negara lain dengan cara perundingan. Prinsip ini sudah dilaksanakan lama sebelum keluarnya undang-undang tersebut dan dibawah ini adalah persetujuan-persetujuan garis batas landas kontinen Indonesia yang sampai sekarang dibuat dengan negara-negara tetangga, yaitu :
·         Persetujuan RI- Malaysia tentang garis batas landas kontinen di selat malaka dan laut cina, ditandatangani di kuala lumpur tanggal 27 Oktober 1969, mulai berlaku 7 November 1969.
·         Persetujuan RI-Thailand tentang garis batas landas kontinen di selat malaka (bagian utara) dan laut andaman, ditandatangani di Bangkok tanggal 7 Desember 1971, mulai berlaku 7 April 1972.
·         Persetujuan RI-Malaysia-Thailand tentang penetapan garis batas landas kontinen di selat malaka (bagian utara), ditandatangani di kuala lumpur tanggal 21 Desember 1971,mulai berlaku 16 Juli 1973.
·         Persetujuan RI-Australia tentang penetapan garis batas dasar laut tertentu (laut arafura dan daerah utara irian jaya-papua nugini), ditandatangani di Canberra tanggal 18 mei 1971,mulai berlaku tanggal 8 November 1973.
·         Persetujuan RI-Australia tentang penetapan garis batas daerah-daerah tertentu (selatan pulau tanimbar dan pulau timor), ditandatangani di Jakarta tanggal 9 Oktober.
·         Persetujuan RI-India tentang penetapan garis batas landas kontiinen antara kedua negara. Ditandatangani di Jakarta tanggal 8 Agustus 1974.
·         Persetujuan RI-India tentang garis batas landas kontinen , ditandatangani di New delhi  tanggal 14 Januari 1977, mulai berlaku 15 Agustus 1977.

·         Persetujuan RI-Thailand tentang penetapan garis batas landas kontinen antar kedua negara di laut Andaman, ditandatangani di Jakarta 11 Desember 1975 dan mulai berlaku tanggal 18 februari 1978.
·         Persetujuan antara RI-India-Thailand tentang penetapan trijunction point dan penetapan batas-batas antara ketiga negaradi laut andaman,ditandatangani di new delhi tanggal 22 juni 1978 mulai berlaku tanggal 2 maret 1979
·         Perjanjian antara pemerintah RI dengan pemerintah Australia tentang penetapan batas zona ekonomi eksklusif dan batas-batas dasar laut tertentu,ditandatangani di perth, pada tanggal 14 Maret 1997, mulai berlaku setelah pertukaran piagam ratifikasi.
·         Persetujuan batas landas kontinen Indonesia-vietnam disebelah utara pulau natuna di laut cina selatan. Ditanda tangani tanggal 26 Juni 2003 di Vietnam.belum diratifikasi.

Indonesia masih harus membuat perjanjian–perjanjian batas landas kontinen dengan negara-negara tetanggan lainnya seperti dengan malaysia di laut sulawesi, pasca putusan mahkamah internasional tentang pulau sipadan dan ligitan 17 Desember 2002, dengan philipina di sebelah utara sulawesi, dengan pulau di bagian samudra pasifik, dan dengan timor leste.


E. LAUT LEPAS (high seas)

Sudah merupakan suatu hukum kebiasaan bahwa laut itu di bagi atas beberapa zona, dan zona yang paling jauh dari pantai dinamakan laut lepas. Berdasarkan pasal 86 konvensi PBB tentang hukum laut menyatakan bahwa laut lepas merupakan semua bagian dari laut yang tidak termasuk dalam zona ekonoi eksklusif, dalam laut teritorial atau dalam perairan pedalaman suatu negara, atau dalam perairan kepulauan suatu negara kepulauan. Jadi sesuai definisi ini laut lepas terletak di bagian luar zona ekonomi eksklusif.adapun prinsip hukum yang mengatur rezim dilaut lepas adalah prinisip kebebasan.. oleh karena itu pada dulunya negara-negara anglo-saxon menamai laut lepas itu open sea. Namun demikian prinsip kebebasan ini harus pula dilengkapi dengan tindakan-tindakn pengawasan, kerena kebebasan tanpa pengawasan dapat mengacau kebebasan itu sendiri.
          prisip kebebasan di laut lepas
Secara umum dan sesuai dengan pasal 87 konvensi, kebebasan dilaut lepas berarti bahwa laut lepas dapat digunakan oleh negara manapun. Menurut pasal 87 konvensi tersebut diatas kebebasan-kebebasan tersebut antara lain :
  1. kebebasan berlayar,
  2. kebebasan penerbangan,
  3. kebebasan untuk memasang kabel dan pipa bawah laut, dengan mematuhi ketentuan-ketentuan bab VI konvensi,
  4. kebebasan untuk membangun pulau buatan dan instalasi-instalasi lainnya yang diperbolehkan berdasarkan hukum internasional dengan tunduk kepada babVI,
  5. kebebasan menangkap ikan dengan tunduk pada persyaratan yang tercantum dalam sub bab II,
  6. kebebasan riset ilmiah, dengan tunduk pada bab VI dan bab XIII.
            Kebebasan ini berarti juga bahwa tidak satupun negara yang dapat menundukkan kegiatan apapun di laut lepas di bawah kedaulatannya dan laut lepas hanya dapat digunakna untuk tujuan-tujuan damai sebagaimana yang telah ditetapkan dalam pasal-pasal 88 dan 89 konvensi.
            Sekarang ini penggunaan laut lepas untuk keperluan khusus bersifat nasional seperti percobaan nuklir sering menimbulkan permasalahan dengan keseluruhan kebebasan laut lepas yang telah diakui oleh masyarakat dunia. Dibuatnya suatu parameter yang melarang navigasi kapal-kapal waktu pelaksanaan ujicoba nuklir misalnya mendapat tantangan dari banyak negara karena mengurangi kebebasan dilaut lepas. Kritikan terhadap penggunaan laut lepas untuk ujicoba nuklir tertsebut terutamadidasarkan atas ketentuan pasal 88 dalam konvensi yang menyatakan laut diperuntukan untuk tujuan-tujuan damai. Didirikannya suatu zona terlarang selama berlangsungnya ujicoba tentu saja bertentangan dengan prinsip kebebasan berlayar dan kebebasan terbang diatasnya. Sehubungan dengan ini banyak negara membuat konvensi yang mengharuskan perundang-undangan nasionalnya berisikan ketentuan untuk membayarkan ganti rugi pada negara-negara lain dalam peleksanaan kebebasan –kebebasan tertentu dilaut lepas.
Pengawasan di laut lepas
Pengawasan di laut lepas dirasakan perlu untuk menjamin kebebasan penggunaan laut. Pengawasan ini dilakukan oleh kapal-kapal perang. Pengawasan yang dilakukan di laut lepas tersebut dibagi atas dua bagian yaitu pengawasan umum dan pengawasan khusus.

A.    Pengawasan Umum
Pengawasan umum ini terdiri dari pengawasan biasa, inspeksi dan bahkan tindakan kekerasan yang bertujuan untuk menjamin keamanan umum lalu lintas laut. Sehingga berdasarkan wewenang absolut suatu negara bendera, maka kapal-kapal publik hanya tunduk kepada kapal-kapal perang negaranya. Sebaliknya, kapal-kapal perang semua negara mempunyai wewenang terhadap kapal-kapal swasta negara lain. Jadi tiap-tiap kapal perang mempunyai wewenang untuk mengetahui kabangsaan suatu kapal dengan meminta supaya kapal tersebut mengibarkan benderanya. Dalam hal tidak ada kontak, permintaan pengibaran bendera bisa dilakukan dengan kode-kode lampu atau kalau cara ini tidak berhasil dengan menembakkan peluru-peluru kosong ke kapal tersebut. Tetapi, sebelumnya kapal perang harus mengibarkan dulu benderanya.

B.     Pengawasan-pengawasan khusus
Pengawasan –pengawasan khusus ini ada bermacam-macam :
1)      Pemberantasan perdanggangan budak belian
Semenjak penghapusan perdagangan budak belian tahun 1815, banyak negara eropa membuat konvensi-konvensi untuk menentukan rezim peberantasan pengangkutan budak-budak di laut lepas. Jadi kapal perang pihak-pihak konvensi mempunyai kekkuasaan yang luas untuk mengawasi dan memberantas perdangangan budak belian.
2)      Pemberantasan bajak laut
Berrdasarkan hukum kebiasaan, kapal perang semua negara mempunyai wewenang untuk memberantas bajak laut intternasional. Wewenangnya sangat luas kapal-kapal perang dapat menangkap dan menahan kapal bajak laut. Selanjutnya negara bendera kapal perang tersebutlah yang dapat mengadili dan menghukum pembajak-pembajak yang ditangkap.

3)      Pengawasan untuk melindungi kabel-kabel dan pipa bawah laut
 Konvensi 14 maret 1894 memberikan wewenang pada kapal –kapal perang negara-negara pihak konvensi untuk mengkonstatir kerusakan kabel-kabel  dan pipa bawah laut.
4)      Pengawasan penangkapan ikan
5)      Pemberantasan pencemaran laut
6)      Pengawasan untuk kepentingan sendiri negara-negara




Daftar pustaka
·         Starke J.G., 2001, Pengantar Hukum Internasional I , Edisi Kesepuluh, Jakarta: Sinar Grafika
·         Mauna Boer, hukum internasional, pengertian, peranan dan fungsi dalam era dinamika global, edisi kedua, Alumni, Bandung, 2005.
·         Google.
·         Anwar Chairul, 1982, Hukum Internasional: Horizon Baru Hukum Laut Internasional,Jakarta:Djambatan
·         Wallace Rebecca M.M, 1986, Hukum Internasional, Penerjemah Bambang Armunadi,Semarang: Penerbit Ikip Semarang Press,
·         Kusumaatmaja Mochtar & Etty R.Agoes, 2003, Pengantar Hukum Internasional, Bandung:PT.Alumni.